Data
Survei Biaya Hidup 2012 dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam
penelitian itu, disebutkan Jakarta merupakan kota dengan biaya hidup tertinggi
se-Indonesia, mencapai rerata Rp 7.500.726 per bulan untuk setiap rumah tangga.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, rata-rata
biaya hidup Jakarta itu didasarkan asumsi bahwa satu rumah tangga menanggung 4
anggota keluarga. "Sedangkan secara nasional, rata-rata biaya hidup di
perkotaan sebesar Rp 5,6 juta," ujarnya.
Dari segi pembentuk biaya hidup, bahan
makanan menyedot belanja rutin rumah tangga tertinggi, mencapai 35,04 persen.
Disusul kemudian belanja non-makanan yang wujudnya bervariasi, sebesar 64,96
persen dari pengeluaran rutin masyarakat.
Berdasarkan sudut pandang tersebut, Jakarta
menjadi kota yang membuat warganya tidak banyak mengeluarkan uang untuk
makanan, namun lebih banyak buat kebutuhan non-makanan. Belanja non-makanan itu
misalnya biaya perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, yang pada 2012,
menyumbang 25,37 persen belanja rutin bulanan rumah tangga.
Jika kembali pada 2012, saat itu Upah
Minimum Provinsi (UMP) Jakarta masih Rp 1,5 juta. Maka hitungan kasarnya adalah
terjadi defisit atau kekurangan biaya kebutuhan hidup sekitar Rp 6 juta untuk
rata-rata tiap pekerja.
Kenaikan biaya kebutuhan hidup yang konstan
dan tanpa disertai peningkatan upah membuat buruh selalu berdemonstrasi.
Tujuannya tak lain menuntut kenaikan upah demi tercapainya standar hidup laik.
Pasalnya, buruh memiliki posisi yang sangat
strategis dalam perputaran produksi suatu komoditas. Tanpa buruh, proses
produksi satu komoditas tidak akan dapat berjalan.
Namun demikian, posisi ini ternyata tidak
dipandang oleh kelas pengusaha. Para pengusaha sering memberi upah buruh yang
jumlahnya tidak dapat digunakan untuk memenuhi standar hidup laik.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan tahun ini, buruh masih akan
mempermasalahkan soal UMP. Buruh semakin percaya diri setelah gugatan ke
Gubernur DKI Jakarta terkait kenaikan UMP sebelumnya selalu dimenangkan di
Pengadilan Tata Usaha Negara.
Buruh, lanjutnya, menginginkan rezim upah
buruh murah dihapuskan. "Isu upah menempatkan buruh sekarang percaya diri
hanya dengan melakukan tekanan ke pemerintah dan usaha maka upah murah bisa
ditinggalkan," ujarnya.
Saat ini, memang UMP Jakarta telah mengalami
kenaikan. Pada 2013, UMP meningkat menjadi Rp 2,2 juta dan tahun ini akan
menjadi Rp 2,4 juta.
Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Salsiah Alisjahbanamengakui
biaya kebutuhan hidup yang meningkat, atau bahasa lainnya inflasi, kerap
menjadi penyebab bertambahnya angka kemiskinan. Sepanjang Maret-September 2013,
jumlah penduduk miskin meningkat sebanyak 480 ribu orang.
Pada periode itu terjadi sejumlah kenaikan
harga yakni Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Bahan Bakar Minyak (BBM). Jadi
wajarkah buruh khususnya DKI Jakarta menuntut kenaikan gaji?
Anggota
Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Indra mendukung langkah buruh meminta kenaikan upah. "Kesimpulan itu
sesuatu yang rasional. Itu wajar kecuali upah buruh sudah laik sekarang masih
rezim upah murah," tuturnya.
Apalagi, menurut Indra, penuntutan UMP buruh
ini juga dilatarbelakangi akibat kenaikan harga BBM. Yang pada akhirnya
menyebabkan membengkaknya biaya kebutuhan para buruh.
"Kenaikan BBM punya imbas nyata, 20-30
persen tereduksi harga barang transportasi naik. Jadi tentunya yang ke depan
itu, minimal pertambahan nilai upah implikasi harusnya dicarikan dan ditutupi.
Jumlahnya bisa dikompromikan," jelasnya.
Analisis :
Menurut pendapat saya, meningkatnya biaya
hidup harus diselaraskan dengan upah tenaga kerjanya. Tetapi disisi lain,
kinerja para buruh juga harus lebih ditingkatkan agar pengusaha bisa mengukur pantaskah
hasil kinerja yang dihasilkan sebanding dengan upah yang diberikan.
Sumber :