Rabu, 03 Desember 2014

Pelanggaran Etika Profesi Akuntan Publik Dibalik Faktur Fiktif

Pada tanggal 17 September 2001 lalu muncul berita mengenai KPMG-SSH sebuah kantor akuntan publik ternama di Indonesia yang dikeluarkan oleh Securities Exchange Commision (SEC) yang mengatakan bahwa kantor akuntan publik tersebut terjarat kasus suap terhadap pejabat kantor pajak untuk memangkas kewajiban pajak yang harus dibayarkan oleh kliennya PT Easman Christensen. PTEC ini merupakan perusahaan asal Indonesia yang mayoritas sahamnya dipegang oleh Baker Hughes Incorporated, perusahaan pertambangan yang bermarkas di Texas, Amerika Serikat. Kasus ini melebar sampai ke Amerika Serikat karena memiliki Foregin Corrupt Practices Act, undang-undang yang melarang melakukan tindakan korupsi untuk perusahaan Amerika Serikat yang berada di luar negeri. Undang-undang ini memungkinkan pemerintah AS melakukan tindak hukum terhadap warga asing yang diduga terlibat korupsi dengan pihak AS, baik korporat ataupun perorangan.

Dalam kasus ini, penyuapan diduga direncanakan oleh SH dengan melibatkan jumlah yang sangat signifikan. KPMG-SSH telah menyetujui melakukan penyuntikan dana ilegal untuk mempengaruhi pejabat kantor pajak agar memangkas kewajiban pajak PTEC yang semula berjumlah AS$3,2 juta menjadi AS$270 ribu. Dalam mengsiasati tindakannya itu, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar oleh PTEC. Meskipun tagihan itu dibuat sebagai biaya atas jasa KPMG, namun sebenarnya terdapat dana suntikan senilai AS$75 ribu yang akan diberikan kepada pejabat kantor pajak. Namun ketika hukumonline meminta konfirmasi atas kasus tersebut, SH mengatakan bahwa permasalahan itu telah selesai. SH mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan upaya hukum yang menyatakan, baik KPMG maupun dirinya secara pribadi tidak mengakui ataupun menolak tuduhan-tuduhan yang diajukan oleh SEC dan Depkeh serta tidak dikenakan sanksi apapun.

Dalam kasus ini KPMG menyalahgunakan tugasnya sebagai kantor akuntan publik dan melanggar undang-undang nomor 5 tahun 2011 pasal 25 ayat 1 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik. Dalam praktiknya, KPMG tidak memberikan jasa secara profesional kepada kliennya PTEC karena kantor akuntan publik ini melakukan pelanggaran dengan menyuap pejabat kantor pajak. Selain itu, sebagai kantor akuntan publik KPMG juga melanggar pernyataan etika profesi nomor 1 tentang independensi, integritas, dan objektivitas. Dalam hal independen, KPMG justru bersekongkol dengan kliennya PTEC untuk melakukan tindak kecurangan terhadap aparat pajak. Seharusnya dalam menjalankan tugasnya KPMG tidak terbentur dengan kepentingan pribadi. Akan tetapi, faktanya terdapat pelanggaran dengan melakukan penyelundupan dana sebesar AS$75 ribu kepada aparat pajak.

Kantor akuntan publik harus mematuhi standar beserta interpretasinya yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia seperti kompetensi profesional yang artinya KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional secara layak diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional. Akan tetapi pada kenyataannya KPMG tidak memenuhi standar umum tersebut dan tidak melakukan pemberian jasa secara profesional dengan melakukan kecurangan menyogok pihak aparat pajak. Disamping itu, KPMG secara sengaja bekerjasama dengan PTEC untuk melakukan tindak kecurangan sehingga terbukti telah melanggar prinsip-prinsip akuntansi dalam melaporkan laporan keuangannya. KPMG juga telah melakukan perbuatan yang mencemarkan profesinya di lingkungan sesama KAP maupun masyarakat dengan mengabaikan independensi dan melakukan tindakan suap terhadap aparat pajak sebesar AS$ 75 ribu. Tindakan ini tentu sangat merugikan baik terhadap pihak yang melakukan kecurangan maupun negara. Karena tindakannya ini, KPMG sempat berada di pengadilan hukum walaupun akhirnya dapat diselesaikan secara damai.

Kemudian jika dikaitkan dengan GCG yang diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi stakeholders, PTEC justru melakukan tindakan yang melanggar prinsip-prinsip GCG, yaitu perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham. Tindakan yang dilakukan oleh PTEC justru  tidak menciptakan nilai tambah bagi stakeholders karena dengan melakukan tindakan yang melanggar hukum, para stakeholders tentu mengalami kerugian yang signifikan karena PTEC terlibat kasus suap terhadap aparat pajak. Seharusnya setiap karyawan dan pimpinan perusahaan PTEC yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan kententuan atau peraturan yang berlaku di perusahaan tersebut. Karena dalam kasus ini, PTEC terbukti melanggar dengan melakukan tindak penyuapan terhadap aparat pajak.

Dalam kasus ini, PTEC melakukan kecurangan dengan melakukan manipulasi catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan. PTEC mengeluarkan faktur fiktif yang diberikan kepada KPMG atas dasar jasa profesional. Akan tetapi sebenarnya di dalam faktur tersebut tidak hanya dana untuk jasa KPMG, melainkan terdapat dana suntikan yang diberikan kepada aparat pajak untuk memangkas kewajiban pajak PTEC yang semula sebesar AS$3,2 juta menjadi AS$270 ribu. Dalam persoalan ini juga terdapat Fraudulent Financial Reporting yang disebabkan karena adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik. KPMG dan PTEC terbukti melakukan kolusi dengan bekerjasama melakukan penyuapan terhadap aparat pajak yang bersangkutan.


Selain itu, akuntan publik juga memiliki tanggung jawab terhadap tugasnya. Dalam kasus ini, auditor KPMG melanggar salah satu statements on Auditing Standards (SAS) yang dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB) yang cukup penting, yaitu SAS No 82 “Consideration of Fraud ini a Financial Statement Audit” dikeluarkan ASB pada Februari 1997 yang menyatakan bahwa auditor harus bertanggung jawab untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kecurangan (fraud) yang terjadi dalam laporan keuangan yang disusun oleh manajemen. Pihak KPMG justru malah bersekongkol dengan kliennya PTEC sehingga membuat laporan yang tidak wajar dengan memangkas kewajiban pajak yang semula AS$3,2 juta menjadi AS$250 ribu. 

Sumber : www.hukumonline.com
              www.prokum.esdm.go.id