Pelanggaran Etika Profesi Akuntan Publik Dibalik Faktur Fiktif
Pada tanggal 17 September 2001 lalu muncul berita
mengenai KPMG-SSH sebuah kantor akuntan publik ternama di Indonesia yang
dikeluarkan oleh Securities Exchange
Commision (SEC) yang mengatakan bahwa kantor akuntan publik tersebut
terjarat kasus suap terhadap pejabat kantor pajak untuk memangkas kewajiban
pajak yang harus dibayarkan oleh kliennya PT Easman Christensen. PTEC ini
merupakan perusahaan asal Indonesia yang mayoritas sahamnya dipegang oleh Baker Hughes Incorporated, perusahaan
pertambangan yang bermarkas di Texas, Amerika Serikat. Kasus ini melebar sampai
ke Amerika Serikat karena memiliki Foregin
Corrupt Practices Act, undang-undang yang melarang melakukan tindakan
korupsi untuk perusahaan Amerika Serikat yang berada di luar negeri. Undang-undang
ini memungkinkan pemerintah AS melakukan tindak hukum terhadap warga asing yang
diduga terlibat korupsi dengan pihak AS, baik korporat ataupun perorangan.
Dalam kasus ini, penyuapan diduga direncanakan oleh SH
dengan melibatkan jumlah yang sangat signifikan. KPMG-SSH telah menyetujui
melakukan penyuntikan dana ilegal untuk mempengaruhi pejabat kantor pajak agar
memangkas kewajiban pajak PTEC yang semula berjumlah AS$3,2 juta menjadi AS$270
ribu. Dalam mengsiasati tindakannya itu, diterbitkan faktur palsu untuk biaya
jasa profesional KPMG yang harus dibayar oleh PTEC. Meskipun tagihan itu dibuat
sebagai biaya atas jasa KPMG, namun sebenarnya terdapat dana suntikan senilai
AS$75 ribu yang akan diberikan kepada pejabat kantor pajak. Namun ketika hukumonline meminta konfirmasi atas
kasus tersebut, SH mengatakan bahwa permasalahan itu telah selesai. SH
mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan upaya hukum yang menyatakan, baik
KPMG maupun dirinya secara pribadi tidak mengakui ataupun menolak
tuduhan-tuduhan yang diajukan oleh SEC dan Depkeh serta tidak dikenakan sanksi
apapun.
Dalam kasus ini KPMG menyalahgunakan tugasnya sebagai
kantor akuntan publik dan melanggar undang-undang nomor 5 tahun 2011 pasal 25
ayat 1 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berusaha di bidang
pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik. Dalam praktiknya, KPMG
tidak memberikan jasa secara profesional kepada kliennya PTEC karena kantor
akuntan publik ini melakukan pelanggaran dengan menyuap pejabat kantor pajak.
Selain itu, sebagai kantor akuntan publik KPMG juga melanggar pernyataan etika
profesi nomor 1 tentang independensi, integritas, dan objektivitas. Dalam hal
independen, KPMG justru bersekongkol dengan kliennya PTEC untuk melakukan
tindak kecurangan terhadap aparat pajak. Seharusnya dalam menjalankan tugasnya
KPMG tidak terbentur dengan kepentingan pribadi. Akan tetapi, faktanya terdapat
pelanggaran dengan melakukan penyelundupan dana sebesar AS$75 ribu
kepada aparat pajak.
Kantor akuntan publik harus mematuhi standar beserta
interpretasinya yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia seperti kompetensi profesional yang artinya KAP
hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional secara layak diharapkan dapat
diselesaikan dengan kompetensi profesional. Akan tetapi pada kenyataannya KPMG
tidak memenuhi standar umum tersebut dan tidak melakukan pemberian jasa secara
profesional dengan melakukan kecurangan menyogok pihak aparat pajak. Disamping itu, KPMG secara sengaja bekerjasama dengan
PTEC untuk melakukan tindak kecurangan sehingga terbukti telah melanggar
prinsip-prinsip akuntansi dalam melaporkan laporan keuangannya. KPMG juga telah melakukan perbuatan yang mencemarkan
profesinya di lingkungan sesama KAP maupun masyarakat dengan mengabaikan
independensi dan melakukan tindakan suap terhadap aparat pajak sebesar AS$ 75
ribu. Tindakan ini tentu sangat merugikan baik terhadap pihak yang melakukan
kecurangan maupun negara. Karena tindakannya ini, KPMG sempat berada di
pengadilan hukum walaupun akhirnya dapat diselesaikan secara damai.
Kemudian jika dikaitkan dengan GCG yang diartikan
sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk
menciptakan nilai tambah (value added)
bagi stakeholders, PTEC justru
melakukan tindakan yang melanggar prinsip-prinsip GCG, yaitu perlindungan
terhadap hak-hak pemegang saham. Tindakan yang dilakukan oleh PTEC justru tidak menciptakan nilai tambah bagi stakeholders karena dengan melakukan
tindakan yang melanggar hukum, para stakeholders
tentu mengalami kerugian yang signifikan karena PTEC terlibat kasus suap
terhadap aparat pajak. Seharusnya setiap karyawan dan pimpinan perusahaan PTEC
yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik perlu dikenakan sanksi yang tegas
sesuai dengan kententuan atau peraturan yang berlaku di perusahaan tersebut.
Karena dalam kasus ini, PTEC terbukti melanggar dengan melakukan tindak
penyuapan terhadap aparat pajak.
Dalam kasus ini, PTEC melakukan kecurangan dengan
melakukan manipulasi catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi
sumber data bagi penyajian laporan keuangan. PTEC mengeluarkan faktur fiktif yang
diberikan kepada KPMG atas dasar jasa profesional. Akan tetapi sebenarnya di
dalam faktur tersebut tidak hanya dana untuk jasa KPMG, melainkan terdapat dana
suntikan yang diberikan kepada aparat pajak untuk memangkas kewajiban pajak
PTEC yang semula sebesar AS$3,2 juta menjadi AS$270 ribu. Dalam persoalan ini
juga terdapat Fraudulent Financial
Reporting yang disebabkan karena adanya kolusi antara manajemen perusahaan
dengan akuntan publik. KPMG dan PTEC terbukti melakukan kolusi dengan
bekerjasama melakukan penyuapan terhadap aparat pajak yang bersangkutan.
Selain itu, akuntan publik juga memiliki tanggung jawab
terhadap tugasnya. Dalam kasus ini, auditor KPMG melanggar salah satu statements on Auditing Standards (SAS)
yang dikeluarkan oleh Auditing Standards
Board (ASB) yang cukup penting, yaitu SAS No 82 “Consideration of Fraud ini a Financial Statement Audit” dikeluarkan
ASB pada Februari 1997 yang menyatakan bahwa auditor harus bertanggung jawab
untuk mendeteksi dan melaporkan adanya kecurangan (fraud) yang terjadi dalam laporan keuangan yang disusun oleh
manajemen. Pihak KPMG justru malah bersekongkol dengan kliennya PTEC sehingga
membuat laporan yang tidak wajar dengan memangkas kewajiban pajak yang semula
AS$3,2 juta menjadi AS$250 ribu.
Sumber : www.hukumonline.com
www.prokum.esdm.go.id