Senin, 06 Januari 2014

Pemerintah Akui Kenaikan Harga BBM Bikin Inflasi Tak Terkendali

Kementerian Keuangan melansir hasil evaluasi perekonomian Indonesia sepanjang 2013. Gejolak perekonomian dunia secara nyata telah berimbas ke perekonomian nasional. Semua asumsi makro ekonomi nasional 2013 meleset dari target.
Contohnya inflasi. Tekanan inflasi sepanjang tahun lalu menembus angka 8,38 persen. Jauh di atas target APBN-P 2013 yang ditetapkan sebesar 7,2 persen. Kementerian Keuangan sependapat dengan yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu. Kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Juni 2013 diikuti kenaikan bahan sejumlah bahan kebutuhan pokok, menjadi penyebab melesatnya tekanan inflasi.
"Waktu Agustus, kita masih bicara inflasi sampai 9 persen. Ini karena kenaikan BBM dan makanan yang sangat tinggi. Makanya waktu itu kita bicara inflasi tinggi. Walaupun di asumsinya 7,2 persen," ujar Menteri Keuangan, Chatib Basri di Kantornya, Jakarta, Senin (6/1).
Meski mendorong tekanan inflasi, Chatib menyatakan bahwa tahun lalu merupakan tahun terbaik menaikkan harga BBM bersubsidi. Sebab, dari tiga kali kebijakan kenaikan harga BBM, hanya tahun lalu yang inflasinya bisa ditekan berada di bawah 10 persen.
"Kalau dilihat dari tahun 2005 saat BBM naik 120 persen, inflasi 17 persen. Tahun 2008, inflasi 11 persen. Tahun ini 8,38 persen. Ini adalah pertama kali di bawah 10 persen saat ada kenakan BBM. Kalau makanan tidak dikendalikan, itu bisa sampai 10 persen," jelasnya.
Sementara untuk defisit neraca transaksi berjalan, Chatib mengklaim ada perbaikan. Indikatornya, neraca perdagangan mencatat surplus beberapa bulan terakhir.
"Bulan yang nggak itu adalah September dari Agustus surplus sampai November. Itu defisit transaksi berjalan terdorong membaik," tegasnya.
Sementara untuk nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) secara rata-rata sepanjang 2013 berada pada level Rp 10.425 per dolar AS. "Ini dihitung dari 1 Januari sampai 31 Desember. Dibikin rata- rata jadinya segitu. Kan pelemahan itu baru pertengahan tahun," jelasnya.
Dari kondisi itu, Chatib masih optimis pertumbuhan ekonomi sepanjang 2013 bisa mencapai kisaran 5,7 persen. Hingga triwulan III-2013, pertumbuhan sudah mencapai 5,8 persen.
"Ini sampai Q3, pertumbuhan 5,8 persen. Jadi kalau Q4 5,6 persen, berarti sampai akhir tahun 5,7 persen. Jadi lihat dari situasi ini. Pertumbuhan lebih melambat di Q4. Itu makanya prediksi 5,7 persen,"jelasnya.

Analisis ;
Pemerintah harus jeli dalam mengamati pertumbuhan ekonomi saat ini, agar laju inflasi dapat terus di minimalisir. Indikator-indikator ekonomi harus di monitoring dengan baik agar dapat terus membantu memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ekonomi Indonesia.
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar